Selasa, 15 Oktober 2013

Tugas Pancasila


TUGAS PENDIDIKAN PANCASILA
















Nama   : Refa Febriantara
NIM     : 13108244034
Prodi    : PGSD
Kelas   : E




1. Bandingkan antara ideologi pancasola, liberalisme, komunisme :
1.      Ideologi Pancasila

Pancasila dianggap sebagai sebuah ideologi karena Pancasila memiliki nilai-nilai filsafat mendasar juga rasional. Pancasila telah teruji kokoh dan kuat sebagai sebuah landasan dalam   mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu juga, Pancasila merupakan wujud dari konsensus nasional, itu semua karena negara bangsa Indonesia ini adalah sebuah sketsa negara moderen yang telah disepakati oleh para pendiri negara Republik Indonesia kemudian nilai-nilai dari kandungan Pancasila itu sendiri dilestarikan dari generasi ke generasi.
Ideologi pancasila adalah ideologi yang berpatokan pada nilai-nilai Pancasila yang mengutamakan keselarasan, keseimbangan, dan keserasian dalam  aspek kehidupan bangsa dan negara.

Ciri ciri ideologi pancasila :
A.  Dalam bidang ekonomi menganut azaz kekeluargaan.
B.  Dalam bidang sosial menganut azaz kegotongroyongan .
C.  Dalam bidang politik menganut azaz musyawarah untuk mufakat .
D.  Dalam bidang agama ,Indonesia adalah Negara yang religius artinya berketuhanan yang maha esa .

2.      Ideologi Liberal

Liberalisme adalah sebuah  ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai politik yang utama. Liberalisme tumbuh dari konteks masyarakat Eropa pada abad pertengahan. Ketika itu masyarakat ditandai dengan dua karakteristik berikut. Anggota masyarakat terikat satu sama lain dalam suatu sistem dominasi kompleks dan kukuh, dan pola hubungan dalam system ini bersifat statis dan sukar berubah.
Ideologi Liberal adalah paham yang mengetengahkan kebebasan individu dari pada masyarakat. Masyarakat baginya diabdikan untuk individu.
Ciri-ciri ideologi liberal sebagai berikut :
·         Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang lebih baik.
·         Anggota masyarakat memiliki kebebasan intelektual penuh, termasuk kebebasan berbicara, kebebasan beragama dan kebebasan pers.
·         Pemerintah hanya mengatur kehidupan masyarakat secara terbatas. Keputusan yang dibuat hanya sedikit untuk rakyat sehingga rakyat dapat belajar membuat keputusan untuk diri sendiri.
·         Kekuasaan dari seseorang terhadap orang lain merupakan hal yang buruk. Oleh karena itu, pemerintahan dijalankan sedemikian rupa sehingga penyalahgunaan kekuasaan dapat dicegah. Pendek kata, kekuasaan dicurigai sebagai hal yang cenderung disalahgunakan, dan karena itu, sejauh mungkin dibatasi.
·         Suatu masyarakat dikatakan berbahagia apabila setiap individu atau sebagian besar individu berbahagia. Walau masyarakat secara keseluruhan berbahagia, kebahagian sebagian besar individu belum tentu maksimal.

3.      Ideologi Komunisme

Komunisme adalah salah satu ideologi di dunia. Komunisme sebagai anti kapitalisme menggunakan sistem sosialisme sebagai alat kekuasaan sebagai Prinsip semua adalah milik rakyat dan dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakyat secara merata. Secara umum komunisme berlandasan pada teori Dialektika materi oleh karenanya tidak bersandarkan pada kepercayaan agama dengan demikian pemberian doktrin pada rakyatnya, dengan prinsip bahwa “agama dianggap candu” yang membuat orang berangan-angan yang membatasi rakyatnya dari pemikiran ideologi lain karena dianggap tidak rasional serta keluar dari hal yang nyata (kebenaran materi).


Ciri ciri ideologi komunis :
1.      Penganut-penganut komunis mempercayai bahawa sistem kapitalis (pasaran bebas) adalah buruk. Mengikut mereka, golongan pekerja dalam sistem kapitalis amat menderita.
2.      Komunis mempercayai bahawa golongan pekerja harus bersatu dalam kesatuan-kesatuan sekerja dan lain-lain pertubuhan. Kemudian, mereka harus mengadakan revolusi untuk menjatuhkan kapitalis.
3.      Komunis percaya bahawa masyarakat baru komunis akan menjadi masyarakat yang tidak berkelas. Tidak akan terdapat lagi golongan penindas dan golongan yang ditindas. Semua orang memiliki kekayaan yang sama (tidak akan wujud golongan kaya/elit).

4.      Komunis percaya bahawa dalam sebuah negara komunis, semua harta adalah hak milik negara. Orang perseorangan tidak boleh memiliki tanah atau perniagaan. Pemilikan harta persendirian adalah merupakan ciri-ciri kapitalis yang perlu dielakkan. Semua harta mesti dimiliki dan diuruskan oleh kerajaan. Harta-harta kapitalis akan dirampas.
5.      Komunis anti agama dan tidak mempercayai kewujudan Tuhan. Mereka menganggap bahawa agama adalah candu masyarakat.


2.         Tindakan apa yang dilakukan jikaorang mempunyai ideologi tersebut, berikan contoh:
            Tindakan yang dilakukan jika orang tersebut mempunyai ideologi pancasila adalah menjujunjung tinggi nilai nilai yang terkandung dalam pancasila. Contoh, nilai Ketuhanan antara lain melaksanakan kewajiban dalam keyakinannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
            Tindakan yang dilakukan jika orang tersebut mempunyai ideologi liberalisme adalah memisahkan antara ruang pribadi dan ruang umum. Contoh, di negara demokratis barat jika parkir kendaraan disembarang tempat akan diderek atau diangkut oleh pegawai dinas karena parkir dijalan umum melanggar hukum.
            Tindakan yang dilakukan jika orang tersebut mempunyai ideologi komunisme adalah menolaknya karena ideologi ini menyebarluaskan kebohongan untuk mencapai tujuan. Contoh, peristiwa G30SPKI yang menyebabkan tumpah darah bangsa indonesia yang membekas sampai sekarang, dan saat ini memanfaatkan isu kemiskinan masyarakat untuk mencapai tujuannya sendiri.
3.         Pancasila sebagai paradigma pembangunan :

a. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Ekonomi

Sesuai dengan paradigma pancasila dalam pembangunan ekonomi maka sistem dan pembangunan ekonomi berpijak pada nilai moral daripada pancasila. Secara khusus, sistem ekonomi harus mendasarkan pada dasar moralitas ketuhanan (sila I Pancasila) dan kemanusiaan ( sila II Pancasila).
Sistem ekonomi yang mendasarkan pada moralitas dam humanistis akan menghasilkan sistem ekonomi yang berperikemanusiaan. Sistem ekonomi yang menghargai hakikat manusia, baik selaku makhluk individu, sosial, makhluk pribadi maupun makhluk tuhan.  Sistem ekonomi yang berdasar pancasila berbeda dengan sistem ekonomi liberal yang hanya menguntungkan individu-individu tanpa perhatian pada manusia lain. Sistem ekonomi demikian juga berbeda dengan sistem ekonomi dalam sistem sosialis yang tidak mengakui kepemilikan individu.
 Pancasila bertolak dari manusia sebagai totalitas dan manusia sebagai subjek. Oleh karena itu, sistem ekonomi harus dikembangkan menjadi sistem dan pembangunan ekonomi yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Sistem ekonomi yang berdasar pancasila adalah sistem ekonomi kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan. Sistem ekonomi Indonesia juga tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai moral kemanusiaan.
Pembangunan ekonomi harus mampu menghindarkan diri dari bentuk-bentuk persaingan bebas, monopoli dan bentuk lainnya yang hanya akan menimbulkan penindasan, ketidakadilan, penderitaan, dan kesengsaraan warga negara.
Pancasila sebagai paradigma pengembangan ekonomi lebih mengacu pada Sila Keempat Pancasila; sementara pengembangan ekonomi lebih mengacu pada pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia. Dengan demikian subjudul ini menunjuk pada pembangunan Ekonomi Kerakyatan atau pembangunan Demokrasi Ekonomi atau pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia atau Sistem Ekonomi Pancasila.
Dalam Ekonomi Kerakyatan, politik/kebijakan ekonomi harus untuk sebesarbesar kemakmuran/kesejahteraan rakyat yang harus mampu mewujudkan perekonomian nasional yang lebih berkeadilan bagi seluruh warga masyarakat (tidak lagi yang seperti selama Orde Baru yang telah berpihak pada ekonomi besar/konglomerat). Politik Ekonomi Kerakyatan yang lebih memberikan kesempatan, dukungan, dan pengembangan ekonomi rakyat yang mencakup koperasi, usaha kecil, dan usaha menengah sebagai pilar utama pembangunan ekonomi nasional.  Oleh sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan ini ialah koperasi. Ekonomi Kerakyatan akan mampu mengembangkan program-program kongkrit pemerintah daerah di era otonomi daerah yang lebih mandiri dan lebih mampu mewujudkan keadilan dan pemerataan pembangunan daerah.
Dengan demikian, Ekonomi Kerakyatan akan mampu memberdayakan daerah/rakyat dalam berekonomi, sehingga lebih adil, demokratis, transparan, dan partisipatif. Dalam Ekonomi Kerakyatan, Pemerintah Pusat (Negara) yang demokratis berperanan memaksakan pematuhan peraturan-peraturan yang bersifat melindungi warga atau meningkatkan kepastian hukum.

b. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Patriotisme
           
            Pendidikan pancasila memberikan kita pandangan dalam kehidupan berkebangsaan, bernegara, bermasyarakat, dan berkeluarga. Dimana dalam pendidikan ini kita dikenalkan akan cara bermasyarakat dalam suatu negara. Memberikan pembelajaran tentang patriotisme yang ditujukan kepada masyarakat Indonesia secara keseluruhan, guna mengenal dan saling memahami akan perbedaan para individu masyarakat dalam mempengaruhi kehidupan bersama,  demi mencapai tujuan berbangsa dan bernegara yang baik dan benar.

c. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Sosial Budaya

Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik karena memang pancasila bertolak dari hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. Hal ini sebagaimana tertuang dalam sila Kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, pembangunan sosial budaya harus mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia, yaitu menjadi manusia yang berbudaya dan beradab. Pembangunan sosial budaya yang menghasilkan manusia-manusia biadab, kejam, brutal dan bersifat anarkis jelas bertentangan dengan cita-cita menjadi manusia adil dan beradab.
Manusia tidak cukup sebagai manusia secara fisik, tetapi harus mampu meningkatkan derajat kemanusiaannya. Manusia harus dapat mengembangkan dirinya dari tingkat homo menjadi human. Berdasar sila persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam di seluruh wilayah Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa.
Perlu ada pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan kehidupan sosial berbagai kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka merasa dihargai dan diterima sebagai warga bangsa. Dengan demikian, pembangunan sosial budaya tidak menciptakan kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan sosial. Paradigma-baru dalam pembangunan nasional berupa paradigma pembangunan berkelanjutan, yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya perlu diselenggarakan dengan menghormati hak budaya komuniti-komuniti yang terlibat, di samping hak negara untuk mengatur kehidupan berbangsa dan hak asasi individu secara berimbang (Sila Kedua). 
Hak budaya komuniti dapat sebagai perantara/penghubung/penengah antara hak negara dan hak asasi individu. Paradigma ini dapat mengatasi sistem perencanaan yang sentralistik dan yang mengabaikan kemajemukan masyarakat dan keanekaragaman kebudayaan Indonesia. Dengan demikian, era otonomi daerah tidak akan mengarah pada otonomi suku bangsa tetapi justru akan memadukan pembangunan lokal/daerah dengan pembangunan regional dan pembangunan nasional (Sila Keempat), sehingga ia akan menjamin keseimbangan dan kemerataan (Sila Kelima) dalam rangka memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa yang akan sanggup menegakan kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI (Sila Ketiga).
Apabila dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu memenuhi kriteria sebagai puncak-puncak kebudayaan, sebagai kerangka-acuan-bersama, bagi kebudayaan – kebudayaan di daerah:
1.      Sila Pertama, menunjukan tidak satu pun sukubangsa ataupun golongan sosial dan komuniti setempat di Indonesia yang tidak mengenal kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
2.      Sila Kedua, merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap warganegara Indonesia tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan, kedaerahan, maupun golongannya;
3.      Sila Ketiga, mencerminkan nilai budaya yang menjadi kebulatan tekad masyarakat majemuk di kepulauan nusantara untuk mempersatukan diri sebagai satu bangsa yang berdaulat;
4.      Sila Keempat, merupakan nilai budaya yang luas persebarannya di kalangan masyarakat majemuk Indonesia untuk melakukan kesepakatan melalui musyawarah. Sila ini sangat relevan untuk mengendalikan nilai-nilai budaya yang mendahulukan kepentingan perorangan;
5.      Sila Kelima, betapa nilai-nilai keadilan sosial itu menjadi landasan yang membangkitkan semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikutserta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

d.  Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Hukum

Salah satu tujuan bernegara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini mengandung makna bahwa tugas dan tanggung jawab tidak hanya oleh penyelenggara negara saja, tetapi juga rakyat Indonesia secara keseluruhan. Atas dasar tersebut, sistem pertahanan dan keamanan adalah mengikut sertakan seluruh komponen bangsa. Sistem pembangunan pertahanan dan keamanan Indonesia disebut sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (sishankamrata).
Sistem pertahanan yang bersifat semesta melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman. Penyelenggaraan sistem pertahanan semesta didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara, serta keyakinan pada kekuatan sendiri.  Sistem ini pada dasarnya sesuai dengan nilai-nilai pancasila, di mana pemerintahan dari rakyat (individu) memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam masalah pertahanan negara dan bela negara. Pancasila sebagai paradigma pembangunan pertahanan keamanan telah diterima bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam UU No. 3 Tahun 2002 tentang pertahanan Negara.
Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia untuk menjamin keutuhan dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Dengan ditetapkannya UUD 1945, NKRI telah memiliki sebuah konstitusi, yang di dalamnya terdapat pengaturan tiga kelompok materi-muatan konstitusi, yaitu:
a.    adanya perlindungan terhadap HAM,
b.    adanya susunan ketatanegaraan negara yang mendasar,
c.    adanya pembagian dan pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan yang juga mendasar.Sesuai dengan UUD 1945, yang di dalamnya terdapat rumusan Pancasila, Pembukaan UUD 1945 merupakan bagian dari UUD 1945 atau merupakan bagian dari hukum positif. Dalam kedudukan yang demikian, ia mengandung segi positif dan segi negatif. Segi positifnya, Pancasila dapat dipaksakan berlakunya (oleh negara); segi negatifnya, Pembukaan dapat diubah oleh MPR—sesuai dengan ketentuan Pasal 37 UUD 1945.
 Hukum tertulis seperti UUD—termasuk perubahannya—, demikian juga UU dan peraturan perundang-undangan lainnya, harus mengacu pada dasar negara (sila – sila Pancasila dasar negara).  Dalam kaitannya dengan ‘Pancasila sebagai paradigma pengembangan hukum’, hukum (baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis) yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh bertentangan dengan sila-sila:
(1) Ketuhanan Yang Maha Esa,
(2) Kemanusiaan yang adil dan beradab,
(3) Persatuan Indonesia,
(4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
(5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan demikian, substansi hukum yang dikembangkan harus merupakan perwujudan atau penjabaran sila-sila yang terkandung dalam Pancasila. Artinya, substansi produk hukum merupakan karakter produk hukum responsif (untuk kepentingan rakyat dan merupakan perwujuan aspirasi rakyat). 

e. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Umat Beragama

  Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Umat Beragama Bangsa Indonesia sejak dulu dikenal sebagai bangsa yang ramah dan santun, bahkan predikat ini menjadi cermin kepribadian bangsa kita di mata dunia internasional. Indonesia adalah Negara yang majemuk, bhinneka dan plural. Indonesia terdiri dari beberapa suku, etnis, bahasa dan agama namun terjalin kerja bersama guna meraih dan mengisi kemerdekaan Republik Indonesia kita.
Namun akhir-akhir ini keramahan kita mulai dipertanyakan oleh banyak kalangan karena ada beberapa kasus kekerasana yang bernuansa Agama. Ketika bicara peristiwa yang terjadi di Indonesia hampir pasti semuanya melibatkan umat muslim, hal ini karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Masyarakat muslim di Indonesia memang terdapat beberapa aliran yang tidak terkoordinir, sehingga apapun yang diperbuat oleh umat Islam menurut sebagian umat non muslim mereka seakan-seakan merefresentasikan umat muslim.
Paradigma toleransi antar umat beragama guna terciptanya kerukunan umat beragama perspektif Piagam Madinah pada intinya adalah seperti berikut:
 1. Semua umat Islam, meskipun terdiri dari banyak suku merupakan satu komunitas (ummatan wahidah).
 2. Hubungan antara sesama anggota komunitas Islam dan antara komunitas Islam dan komunitas lain didasarkan atas prinsip-prinsi:
a. Bertentangga yang baik
b. Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama
c. Membela mereka yang teraniaya d. Saling menasehati
e. Menghormati kebebasan beragama.

Lima prinsip tersebut mengisyaratkan:
1) Persamaan hak dan kewajiban antara sesama warga negara tanpa diskriminasi yang didasarkan atas suku dan agama;
2) pemupukan semangat persahabatan dan saling berkonsultasi dalam menyelesaikan masalah bersama serta saling membantu dalam menghadapi musuh bersama. Dalam “Analisis dan Interpretasi Sosiologis dari Agama” (Ronald Robertson, ed.) misalnya, mengatakan bahwa hubungan agama dan politik muncul sebagai masalah, hanya pada bangsa-bangsa yang memiliki heterogenitas di bidang agama.
Hal ini didasarkan pada postulat bahwa homogenitas agama merupakan kondisi kesetabilan politik. Sebab bila kepercayaan yang berlawanan bicara mengenai nilai-nilai tertinggi (ultimate value) dan masuk ke arena politik, maka pertikaian akan mulai dan semakin jauh dari kompromi.
Dalam beberapa tahap dan kesempatan masyarakat Indonesia yang sejak semula bercirikan majemuk banyak kita temukan upaya masyarakat yang mencoba untuk membina kerunan antar masayarakat. Lahirnya lembaga-lembaga kehidupan sosial budaya seperti “Pela” di Maluku, “Mapalus” di Sulawesi Utara, “Rumah Bentang” di Kalimantan Tengah dan “Marga” di Tapanuli, Sumatera Utara, merupakan bukti-bukti kerukunan umat beragama dalam masyarakat.
Ke depan, guna memperkokoh kerukunan hidup antar umat beragama di Indonesia yang saat ini sedang diuji kiranya perlu membangun dialog horizontal dan dialog Vertikal. Dialog Horizontal adalah interaksi antar manusia yang dilandasi dialog untuk mencapai saling pengertian, pengakuan akan eksistensi manusia, dan pengakuan akan sifat dasar manusia yang indeterminis dan interdependen.
Identitas indeterminis adalah sikap dasar manusia yang menyebutkan bahwa posisi manusia berada pada kemanusiaannya. Artinya, posisi manusia yang bukan sebagai benda mekanik, melainkan sebagai manusia yang berkal budi, yang kreatif, yang berbudaya.

f. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Ketahanan Nasional
            Ketahanan Nasional Indonesia pada hakikatnya adalah keuletan dan ketangguhan bangsa yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional untuk menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara dalam mencapai tujuan nasiona dan cita-cita nasional. Adapun konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia pada hakikatnya adalah pengaturan dan penyeleggaraan kesejahteraan dan keamanan secara serasi, selaras, seimbang, terpadu dan dinamis dalam seluruh aspek kehidupan nasional.

Soedjatmoko (1991) sudah lama mengingatkan dalam hasil studinya bahwa “Pengalaman di negara Amerika Latin dan beberapa negara di kawasan kita ini telah memberi tahu kita bahwa terdapat batas-batas bagi kapasitas masyarakat untuk menanggung ketegangan-ketegangan yang -- karena cepatnya perubahan sosial, atau karena besarnya ketimpangan sosial, ekonomik dan politis --, melebihi daya tahan sistem politik. Konflik-konflik yang timbul sering membawa kepada saling tindak kekerasan yang makin meningkat, dan pada keadaan terjelek membawa kepada kehancuran keseluruhan masyarakat”

Soedjatmoko (1991) lebih lanjut menegaskan bahwa “Konflik-konflik minoritas, kegoncangan-kegoncangan sepanjang garis-garis pertikaian beberapa wilayah, etniisitas ras atau bahasa adalah peringatan-peringatan dini, atau sudah agak terlambat, mengenai adanya disfungsi besar dalam kohesi sosial dan sistem politis. Disorientasi, alienasi, perilaku anomik, penyalahgunaan narkotika, makin bertambahnya intoleransi serta fanatisme relijius kelompok-kelompok dalam masyarakat adalah pertanda-pertanda awal dari sebuah masyarakat yang sedang mengalami stres. Gejala-gejala ini masih belum dipelajari dalam kerangka-kerangka proses pembangun-an, kecepatannya, ada atau tidaknya strateginya. Mempelajari masalah-masalah ini secara terpisah dari dinamika proses pembangunan adalah tidak realistik”.

Penyelengaraan ketahanan nasional itu dengan sendirinya berbeda-beda sesuai dengan letak dan kondisi geografis serta budaya bangsa. Bangsa itu terpelihara persatuannya berkat adanya seperangkat nilai yang dihayati bersama oleh para warganegaranya. Perangkat nilai pada bangsa yang satui berbeda dengan perangkat nilai pada bangsa yang lain. Bagi bangsa Indonesia, perangkat nilai itu adalah Pancasila. Kaitan Pancasila dan ketahanan nasional adalah kaitan antara idea yang mengakui pluralitas yang membutuhkan kebersamaan dan realitas terintegrasinya pluralitas. Dengan kata lain ketahanan nasional adalah perwujudan Pancasila dalam kehidupan nasional suatu bangsa (Abdulkadir Besar, 1996). Perlu dilakukan usaha-usaha yang tiada henti, baik kajian substantif maupun langkah implementatif agar Pancasila semakin bermakna dalam mendukung terwujudnya Ketahanan Nasional Indonesia. 

9. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Ideologi

Ideologi adalah suatu kompleks idea-idea asasi tentang manusia dan dunia yang dijadikan pedoman dan cita-cita hidup (Driyarkara, 1976). Dalam pengertian ini termuat juga pandangan tentang Tuhan, tentang manusia sesama, tentang hidup dan mati, tentang masyarakat dan negara dsb. Istilah “manusia dan dunia” mengandung arti bahwa manusia itu mempunyai tempat tertentu, mempunyai kedudukan tertentu, berarti mempunyai hubungan-hubungan atau relasi. Sesuai dengan tabiat hubungan-hubungan itu, suatu ideologi bersifat hanya “diesseitig” ( merembug kehidupan dunia, dan tidak mengakui adanya Tuhan, contohnya ideologi Komunis ) atau ideologi yang bersifat “diesseitig sekaligus jugayenseitig”( merembug kehidupan akhirat, mengakui adanya Tuhan, contohnya ideologi Pancasila ).

Dalam rumusan diatas, ideologi bukanlah hanya pengertian. Ideologi adalah prinsip dinamika, karena merupakan pedoman (menjadi pola dan norma hidup) dan sekaligus juga berupa ideal atau cita-cita. Realisasi dari idea-idea yang menjadi ideologi itu dipandang sebagai kebesaran, kemuliaan manusia.

Pengembangan Pancasila sebagai ideologi yang memiliki dimensi realitas, idealitas dan fleksibilitas (Pancasila sebagai ideologi terbuka) menghendaki adanya dialog yang tiada henti dengan tantangan-tantangan masa kini dan masa depan dengan tetap mengacu kepada pencapaian tujuan nasional dan cita-cita nasional Indonesia.

h. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Pendidikan

Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan/keahlian dalam kesatu-an organis harmonis dinamis, di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Mengembangkan kepribadian dan kemampuan/keahlian, menurut Notonagoro (1973) merupakan sifat dwi tunggal pendidikan nasional. 

Pendidikan sebagai bagian dari Ilmu Humaniora memperlihat-kan proses yang terus-menerus mengarah pada kesempurnaan, yang semakin manusiawi. Pendidikan pada dasarnya ialah pemanusiaan, dan ini memuat hominisasi dan humanisasi. Hominisasi merupakan proses pemanusiaan secara umum, yakni memasukkan manusia dalam lingkup hidup manusiawi secara minimal. Humanisasi adalah proses yang lebih jauh, kelanjutan hominisasi. Dalam proses ini, manusia bisa meraih perkembangan yang lebih tinggi, seperti nampak dalam kemajuan-kemajuan budaya dan ilmu pengetahuan (Driyarkara, 2006). 

Salah satu agenda penting dalam upaya mengatasi krisis dalam kehidupan bangsa kita adalah melalui pendidikan karakter, pendidikan nilai, pendidikan moral, pendidikan akhlak, pendidikan budi pekerti. Dalam penerapan pendidikan karakter, pendidikan nilai atau pendidikan moral, sebagaimana dikemukakan oleh D. Purpel & K. Ryan (Eds) dalam Colin J. Marsh ( 1996), hendaknya memperhitung-kan baik kemampuan peserta didik untuk berpikir tentang persoalan-persoalan moral, maupun cara di mana seorang peserta didik benar-benar bertindak dalam situasi-situasi yang menyangkut benar dan salah.

Pendidik (guru) yang baik adalah vital bagi kemajuan dan juga keselamatan bangsa. Guru tidak hanya menyampaikan idea-idea, tetapi hendaknya menjadi suatu wakil dari suatu cara hidup yang kreatif, suatu simbol kedamaian dan ketenangan dalam suatu dunia yang dicemaskan dan dianiaya. Ia menjadi penjaga peradaban dan pelindung kemajuan (Frederick Mayer, 1963). Keteladanan pendidik adalah suatu keniscayaan yang harus diwujudkan. Perilaku pendidik akan lebih diikuti oleh peserta didik dari pada apa yang dikatakan guru.

Pendidik (guru) yang memiliki akhlak, budi pekerti, karakter yang baik, akan sangat kondusif dalam mewujudkan keberhasilan pendidikan moral, yang muaranya akan mendukung bagi peserta didik untuk memiliki karakter yang baik. Karakter yang baik mencakup secara organis harmonis dan dinamis komponen-komponen pengeta-huan moral yang baik, perasaan moral yang baik, dan tindakan moral yang baik. Oleh karena itu, Lickona (1991) dalam I Wayan Koyan (1997) menyatakan bahwa untuk mewujudkan karakter yang baik, memerlukan pendekatan pendidikan moral yang komprehensif. Komponen-komponen karakter yang baik mencakup pengetahuan moral (moral knowing), perasaan moral (moral feeling) dan tindakan moral (moral action). Untuk pendidikan anak usia dini pendekatan ini perlu disesuaikan dengan karakteristik anak, yang dalam pendidikannya lebih mengedepankan bentuk-bentuk bermain. Dengan bermain anak mengalami kegembiraan dalam mengekspresikan atau mengaktualisasikan dirinya.
Pendidikan nasional harus dipersatukan atas dasar Pancasila. Tak seyogyanya bagi penyelesaian-penyelesaian masalah-masalah pendidikan nasional dipergunakan secara langsung sistem-sistem aliran-aliran ajaran, teori, filsafat, praktek pendidikan berasal dari luar. Menurut Notonagoro (1973), perlu disusun sistem ilmiah berdasarkan Pancasila tentang ajaran, teori, filsafat, praktek pendidikan nasional, yang menjadi dasar tunggal bagi penyelesaian masalah-masalah pendidikan nasional. Dalam pada itu filsafat pendidikan nasional mempunyai kedudukan dan fungsi sebagai pemberi pedoman dan tujuan, memberi perdalaman, penginti, pendasar, perangkum; penggunaan sistem-sistem dan ajaran-ajaran berasal dari luar setelah diintegrasikan dengan system pendidikan nasional hanya sebagai pembantu, perbandingan, pemerkayaan dan dalam lain-lain peranan tidak langsung atau sekuler; dengan demikian akan teratasi pula kemungkinan-kemungkinan terbelahnya kepribadian para ahli pendidikan, yang akibatnya akan menimpa kepada anak didik dengan resiko yang besar bagi hari depan bangsa.

i. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Ilmu dan Teknologi

            Ilmu pengetahuan dan teknologi, di masa sekarang memang merupakan kebutuhan tersendiri. Bagi kelompok manusia yang menginginkan kemajuan mutlak harus memiliki dua hal tersebut. Kepemilikan iptek untuk memudahkan kehidupan manusia dan mengangkat derajat manusia, oleh karena itu kepemilikan tersebut harus diiringi dengan cara menggunakan yang tepat. Realitas yang didapatkan, kepemilikan terhadap iptek sering disalahgunakan, sehingga justru mendehumanisasikan manusia itu sendiri. Hal ini justru sering dilakukan oleh para ilmuwan dan teknokrat. Padahal apapun hasil dari iptek mestinya dapat dipertanggungjawabkan akibatnya, baik pada masa lalu, masa sekarang, maupun masa depan.

Dalam kondisi seperti di atas maka diperlukanlah suatu platform yang mampu dijadikan sebagai ruhnya dagi perkembangan iptek di Indonesia. Bangsa Indonesia, dalam seluruh dimensi hidupnya, termasuk di bidang iptek, tergantung pada kuat tidaknya memegang ruh bangsanya, yaitu Pancasila. Pada persoalan di atas, Pancasila berperan memberikan beberapa prinsip etis kepada ilmu, sebagai berikut ;
1.             Martabat manusia sebagai pribadi, sebagai subjek tidak boleh diperalat untuk kepentingan iptek, riset.
2.             Prinsip “tidak merugikan”, harus dihindari kerusakan yang mengancam kemanusiaan.
3.             Iptek harus sedapat mungkin membantu manusia melepaskan dari kesulitan-kesulitan hidupnya.
4.             Harus dihindari adanya monopoli iptek.
5.             Diharuskan adanya kesamaan pemahaman antara ilmuwan dan agamawan, yaitu bahwa iman memancar dalam ilmu sebagai usaha memahami “sunnatullah”, dan ilmu menerangi jalan yang telah ditunjukkan oleh iman.

Sejalan dengan itu, jika dipandang dari wacana filsafat ilmu, maka iptek yang diletakkan di atas Pancasila sebagai paradigmanya yang perlu difahami dasar dan arah penerapannya, yaitu pada aspek ontologis, epistomologis, dan aksiologis ( Koento Wibisono, 1:9 ).

Aspek Ontologis, yaitu bahwa hakikat iptek merupakan aktivitas manusia yang tidak mengenal titik henti dalam upayanya untuk mencari dan menemukan kebenaran serta kenyataan. Ilmu pengetahuan dan teknologi harus dipandang secara utuh sebagai masyarakat, proses, dan produk.

Aspek Epistemologi, yaitu nilai-nilai Pancasila dijadikan sebagai “metode berfikir”, dalam arti sebagai dasar dan arah dalam mengembangkan ilmu, serta sebagai parameter kebenarannya.

Aksiologi, dengan menggunakan epistomologi tersebut kemanfaatan dan efek pengembangan iptek secara negatif tidak bertentangan dengan ideal Pancasila, dan secara posistif mendukung atau mewujudkan nilai-nilai Pancasila.

Sebagaimana dinyatakan oleh Teuku Jacob (2000) bahwa perkembangan IPTEK dewasa ini dan dimasa yang akan datang sangat cepat, makin menyentuh inti hayati dan materi di satu pihak serta menggapai angkasa luas dan luar angkasa di lain pihak, lagi pula memasuki dan mempengaruhi makin dalam segala aspek kehidupan dan institusi budaya. Akibat yang baik adalah mengamankan, menyejahterakan dan menyelamatkan manusia, menambah atau mengurangi jumlah manusia, memperluas cakrawalanya, mengeser umur matinya, serta mengatasi halangan-halangan temporo-spasial. Akibatnya yang buruk adalah mendesak manusia secara temporospasial, mengusangkan kelompok yang kurang mujur, merusak lingkungan kerak bumi dan atmosfer, bahkan membinasakan dirinya, secara individual maupun massal

j. Pancasila sebagai paradigma pembangunan kekeluargaan

kekeluargaan bertentangan dengan individualisme yang merupakan asas pokok dalam demokrasi. Apakah benar kekeluargaan tidak bisa dikaitkan dengan demokrasi? Bisa benar, tapi bisa juga salah. Menjadi benar apabila figur tetua dalam "keluarga" bersikap otoriter dan tidak mau bermusyawarah dalam permufakatan keluarga. Dan sikap otoriter para tetua keluarga itu banyak ditemui dalam keluarga-keluarga kita.       Sikap ini merupakan dampak sampingan dari pola patron-client dan ajaran tradisional bangsa kita, dimana senior itu harus dihormati. Penghormatan yunior tersebut kadang-kadang melewati kewajaran sehingga melahirkan penghormatan berlebihan bahkan kultus individu terhadap senior dan dimanfaatkan oleh senior untuk mendominasi keluarga.
       Tentu tidak semua tetua di dalam keluarga-keluarga bangsa kita bersikap otoriter. Banyak pula yang sikapnya sangat bijaksana dan menghargai pendapat anggota keluarga lainnya dalam musyawarah keluarga. Tetua bijak seperti inilah agaknya yang diidealkan oleh Bung Karno dan pendiri bangsa kita lainnya ketika mereka bermusyawarah menetapkan Pancasila sebagai ideologi negara dan bangsa kita.
- See more at: http://harian-pelita.pelitaonline.com/cetak/2012/12/04/asas-kekeluargaan-dan-demokrasi#sthash.LGvjx3B8.dpuf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar