Selasa, 03 Februari 2015

Tata Cara ( panduan praktis) dan Posisi Jima'/berhubungan sex/senggama Islami (ala Rasulullah/nabi SAW, Azl dan bercumbu ketika haid)

Di dalam kitab fiqih Al-fiqhul Islami Wa Adillatuhu karya Dr.
Wahbah Az-Zuhaili, Disebutkan bahwa:
1. Sebelum melakukan jima', pasangan suami istri itu
membaca basmalah. Atau membaca surat Al-Ikhlas (Qul
Huwallahu ahad). Juga disunnahkan untuk bertakbir,
mengucapkan laa ilaaha illallah, serta mengucapkan doa
(pilih salah satu): "Bismillahil 'aliyyil 'azhim.
Allahummaj'al-ha dzurriyyatan thayyibah. In kunta
Qaddarta an takhruja dzalika min shulbi." (Dengan nama
Allah Yang Maha Tinggi dan Agung. Ya Allah, jadikanlah
dia keturunan yang baik, jika Engkau menetapkannya
keluar dari sulbiku.)
- Allahumma jannibnisy syaithana wa jannibisy syaithana
maa razaqtani(HR Abu Daud). (Artinya: Ya Allah,
jauhkanlah aku dari syetan dan jauhkanlah syaitan dari
apa yang Engkau rizqikan kepadaku).
2. Tidak menghadap kiblat, sebagai bentuk penghormatan
kepada ka'bah yang mulia.
3. Mengenakan sesuatu menutupi tubuhnya. Sebagaimana
hadits berikut ini Dari 'Atabah bin Abdi As-Sulami bahwa
apabila kalian mendatangi istrinya (berjima'), maka
hendaklah menggunakan penutup dan janganlah telanjang
seperti dua ekor himar. (HR Ibnu Majah)
4. Dimulai dengan mula'abah (percumbuan), berpelukan atau
mencium.
5. Bila telah selesai, janganlah terburu-buru untuk
menyudahinya. Karena boleh jadi masing-masing tidak
sama waktunya.
7. Dimakruhkan untuk memperbanyak percakapan pada saat
sedang melakukannya. Dan sebaiknya tidak meninggalkannya
lebih dari 4 hari tanpa udzur.
8. Bila hendak mengulangi lagi, hendaklah mencuci farajnya
(kemaluan) dan berwudhu' lagi. Sebab dengan demikian, bisa
memberikan kekuatan baru.
9. Tidak disunnahkan untuk melakukannya pada hari-hari
tertentu seperti Senin atau Jumat. Meski memang ada
sebagian ulama yang mengajurkannya di hari Jumat.
10.HARAM melakukan jima' di dubur:
Dari Abi Hurairah ra. bahwa Rasulullah SAW
bersabda, "Dilaknat orang yang
menyetubuhi wanita di duburnya". (HR
Ahmad, Abu Daud dan An-Nasai)
Dari Amru bin Syu'aib berkata bahwa
Rasulullah SAW bersabda, "Orang yang
menyetubuhi wanita di duburnya sama
dengan melakukan liwath (sodomi) kecil..
(HR Ahmad)
10. HARAM melakukan jima' dengan istri yang sedang
mendapat haidh. Mereka bertanya kepadamu tentang haidh.
Katakanlah, "Haidh itu adalah suatu kotoran." Oleh sebab itu
hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh;
dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci .
Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di
tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai
orang-orang yang mensucikan diri.. (QS Al-Baqarah: 222)
Apabila bercumbu tidak sampai jima', para ulama berbeda
pendapat menjadi tiga:
1. Pertama, hukumnya tetap haram walau sekedar bercumbu
saja. Alasannya untuk mencegah bila sampai terjadi jima'
yang sebenarnya. Mereka mendasarkannya sebagai
langkah saddan lidz-dzari'ah, atau tindakan preventif.
2. Kedua, membolehkan percumbuan asal tidak sampai
kepada jima'. Dasarnya adalah hadits berikut ini. Dari
Anas bin Malik ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda
tentang laki-laki yang mencumbui istrinya saat haidh,
"Lakukan segala sesuatu kecuali nikah/jima'. (HR Jamaah
kecuali Bukhari - Nailul Authar)
3. Ketiga, boleh buat orang tua tapi haram buat pemuda.
Atau boleh buat mereka yang mampu menahan gejolak
syahwat tapi haram bagi mereka yang tidak mampu
menahannya.
11. Dibolehkan melakukan 'azl asalkan atas seizin istrinya.
'Azl itu adalah mencabut kemaluan sesaat sebelum terjadinya
ejakulasi, agar tidak sampai terjadi pembuahan. Praktek ini
terjadi di masa shahabat di mana Rasulullah SAW
mengetahuinya, dan beliau mendiamkannya. Para ulama
membolehkan hukum 'azl ini, sebab pada prinsipnya memang
tidak ada larangan untuk itu. Asalkan istri rela menerimanya.
Dari Jabir berkata, ”Kami melakukan ‘azl di masa Nabi saw
sedang Al-Qur’an turun. (HR Bukhari dan Muslim)
Dari Jabir berkata: ”Kami melakukan ’azl di masa Rasulullah
saw, dan Rasul mendengarnya tetapi tidak melarangnya” (HR
muslim).
Namun Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah serta beberapa
ulama lainnya memakruhkan 'azl, lantaran Rasulullah SAW
pernah mengatakan bahwa 'azl itu termasuk pembunuhan
yang tersembunyi. Namun Imam Al-Ghazali memandang
bahwa 'azl itu dibolehkan bila memang ada alasannya, seperti
banyak anak dan sebagainya.
Atas dasar kebolehan melakukan 'azl inilah para ulama
membolehkan pasangan suami istri meminum obat penunda
kehamilan (kontrasepsi), asalkan bersifat temporal. Namun
bila bersifat terus menerus, mereka mengharamkannya.